INDONESIARAYA.CO.ID – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, menjelaskan, terdapat kebijakan yang belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan sektor industri.
Antara lain penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), karena masih banyak perusahaan industri yang belum menerima manfaat harga gas USD6 per MMBTU.
“Pada 2023, hanya 76,95 persen di Jawa Bagian Barat atau hanya sekitar 939,4 BBTUD dibayar dengan harga USD6,5 per MMBTU.”
“Sisanya harus dibayar dengan harga normal sebesar USD9,12 per MMBTU,” sebutnya.
Baca Juga:
Puan Maharani Ditetapkan Sebagai Ketua DPR RI Periode 2024-2029 dalam Rapat Paripurna di Senayan
Ketua Umum Kadin Hasil Munaslub Anindya Bakrie Buka Peluang Arsjad Rasjid Jadi Dewan Pertimbangan
Tak hanya itu, dalam pelaksanaannya masih banyak sektor industri yang memperoleh volume gas lebih rendah.
Baca artikel lainnya di sini : Dinamika Global Masih Volatile Akibat Konflik Geopolitik, dan Lesunya Ekonomi Tiongkok, Ekonomi 2024
Atau tidak sesuai dengan jumlah yang sudah menjadi kontrak antara industri dan pihak penyedia.
“Kebijakan HGBT memang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang kami inginkan, jauh dari ideal di mata kami.”
Baca Juga:
Wakil Mentan Sudaryono Sebut Indonesia Pasti Bisa Wujudkan Swasembada Pangan Seperti Tiongkok
491 Rumah Terdampak Gempa Berkekuatan M5,0, Sebanyak 81 Warga Kabupaten Bandung Alami Luka-luka
Gempabumi dengan Kekuatan M 5.0 Guncang Bandung Raya Timbulkan Kepanikan, Beberapa Bangunan Rusak
“Oleh karenanya, carut marut terkait HGBT ini tentu mengurangi daya saing industri kita,” papar Agus.
Lihat juga konten video, di sini: Prabowo Subianto Minta Unhan RI Kaji Soal Solusi Rumah Warga yang Terdampak Naiknya Air Laut
Menperin menambahkan, kebijakan lainnya yang dibutuhkan adalah pengendalian impor.
“Kami meyakini, PMI kita bisa jauh lebih tinggi apabila pelaksanaan HGBT berjalan baik, dan pengendalian impor berjalan baik.”
Baca Juga:
Kang Dedi Mulyadi Tanggapi Hasil Survei Indikator Politik yang Berhasil Tembus hingga 77 Persen
“Sebab, ada opportunity lost yang dihadapi sektor manufaktur kita akibat kedua hal tersebut.”
“Selain itu, perlu didukung kebijakan untuk menjaga ketersediaan bahan baku.”
“Sehingga sektor industri manufaktur kita tetap berproduksi dengan baik dalam memenuhi pasar domestik dan ekspor,” imbuhnya.
Meski demikian para pelaku industri nasional kian optimistis dalam menjalankan usahanya di tengah berbagai dampak geopolitik dan geoekonomi global.
Kepercayaan diri itu tercermin dari capaian positif Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global, pada Desember 2023.
Indonesia berada di posisi 52,2 atau naik 0,5 poin dibanding November 2023 yang menempati level 51,7.
“Alhamdulillah, PMI Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi selama 28 bulan berturut-turut.”
“Capaian itu hanya Indonesia dan India yang mampu mempertahankan level di atas 50 poin selama lebih dari 25 bulan.”
“Kinerja baik ini tentu harus kita jaga dan tingkatkan,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (2/1/2024).
Menperin mengemukakan, kondisi sektor manufaktur di Indonesia terus membaik lantaran juga didukung dari beragam kebijakan strategis pemerintah yang telah berjalan secara on the right track.
“Laju industri manufaktur kita bisa lebih cepat di akhir 2023. Kami juga optimistis di 2024 bisa lebih baik lagi,” ungkapnya.
Catatan positif PMI Manufaktur Indonesia pada akhir tahun sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) di Desember 2023 yang telah dilansir sebelumnya oleh Kementerian Perindustrian.
Dengan mencapai 51,32 poin atau konsisten selama lebih dari 13 bulan sejak diluncurkan IKI, masih berada dalam fase ekspansi.
Kemenperin membidik target pertumbuhan industri pengolahan manufaktur sebesar 5,80 persen pada 2024 atau Tahun Naga Kayu, lebih tinggi dari target 4,81 persen di tahun 2023.
Dalam laporannya, S&P Global menyatakan, ekspansi PMI Manufaktur Indonesia pada bulan terakhir 2023 karena adanya permintaan yang cukup tinggi, termasuk dari luar negeri.
Itu mendorong pertumbuhan produksi lebih cepat dan penambahan jumlah tenaga kerja.
Jingyi Pan selaku Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence menyampaikan bahwa sektor manufaktur Indonesia menutup triwulan terakhir pada tahun ini dengan catatan positif.
Karena permintaan baru yang akan datang dan output keduanya mengalami ekspansi pada tingkat solid.
Hal ini memperkuat aktivitas pembelian dan mendorong kenaikan berkelanjutan pada ketenagakerjaan di seluruh sektor produksi barang, mendukung perbaikan lebih jauh pada aktivitas perekonomian.
“Indikator PMI pada masa mendatang, termasuk indeks penumpukan pekerjaan dan output masa depan juga menunjukkan tren positif.”
“Terutama keseluruhan kepercayaan diri bisnis naik ke posisi tertinggi kedua dalam kurun waktu satu tahun”.
“Sementara sedikit akumulasi penumpukan pekerjaan menggambarkan perbaikan kondisi permintaan,” tuturnya, dilansir Info Publik.***